Oleh : firman jawas
Salah satu persoalan yang banyak dijumpai dalam era modernitas adalah "depresi" dan
setres. Dimana secara harfiah depresi dapat diartikan sebagai prasaan tertekan dan gangguan jiwa yang menyebabkan penderitanya mengalami kondisi-kondisi tertentu yang tidak normal.
Kondisi tertekan akibat dari ketakutan terhadap ketidak pastian akan masa depan "The end uncertain of the future" atau berbagai sebab lainnya yang berimplikasi terhadap kesehatan dan produktifitas penderitanya.
Maka muncul pertanyaan mendasar atas persoalan depresi ini yaitu adakah cara untuk menghindarinya ?
Dalam sains tentang manusia disebutkan bahwa manusia adalah makhluk mood-moodan. Kadang emosi kadang tenang, kadang kecewa kadang gembira, kadang gelisah kadang bahagia yang disebabkan oleh kerja kerja hormonal yang mempengaruhi emosional, persepsi dan kehendak manusia.
Pada dasarnya ada 4 (empat) jenis hormon yang mempengaruhi naik turunnya iklim emosional manusia, dan bagi orang yang mengerti keberadaan dan eksistensi dari 4 hormon tersebut cenderung dan dapat dipastikan memiliki kemampuan personality untuk menghindari problem problem kejiwaan berkaitan dengan setres dan depresi.
Hormon pertama kita kenal dengan sebutan Dopamin yaitu hormon kepuasan, yang dapat diaktifasi apabila seseorang mampu menyelsaikan tugas dan memberikan rasa puas atas hasilnya; Hormon kedua kita kenal dengan sebutan Endorfin atau hormon pembunuh rasa sakit, yang dapat diaktifiasi melalui aktifitas fisik dan olahraga; Hormon yang selajutnya ialah hormon ketiga yang kita kenal dengan sebutan Serotonin atau didefenisikan juga sebagai hormon penstabil mood dan cara mengaktifasinya dengan melakukan aktifitas diluar ruangan, berinteraksi dan terkena sinar matahari; Dan hormon yang terakhir kita kenal dia dengan sebutan Oksitosin atau dikenal juga dengan hormon kasih sayang yang dapat diaktifasi melalui cara bersentuhan kulit dengan lawan jenis atau melakukan perbuatan baik seperti bersedekah dan membantu orang lain.
Sejalan dengan judul tulisan ini yang juga merupakan jawaban dari pertanyaan diatas, bahwa keinginan bahagia yang menjadi antitesa dari gejala umum dari penyakit era modernitas dapat di tuangkan dalam rumus sederhana sebagai berikut :
S + C + V = Happy
Berikut penjelasannya :
Huruf "S" adalah singkatan dari konsepsi "Set poin in our brains" atau cara pandang kita terhadap situasi.
Kita ingin merubah dunia tapi dunia tidak berub untuk kita, kita ingin merubah hidup tapi hidup tidak berubah untuk kita, tapi begitu kita merubah cara pandang kita terhadap dunia dan kehidupan, maka seketika semuanya akan berpihak kepada kita.
Outcome dari sebuah event adalah tergantung kepada cara kita meresponnya.
Masa lalu apabila direspon dengan cara yang negatif maka memory akan menjadi sesuatu yang buruk dan disesali; Dan masa lalu apabila direspon secara positif maka memory akan berubah menjadi kenangan indah bagi kita.
Dan di dalam hasil riset dari ilmu tentang manusia, set poin in our brains berkontribusi hingga 48% bagi kebahagian manusia.
Huruf "C" adalah singkatan dari "Condition of Living" atau kondisi hidup kita.
Kondisi hidup kita sendiri itu dipengaruhi oleh 3 karakter yaitu saya adalah apa yang saya punya (Posisi), saya adalah apa yang saya kerjakan (Prestasi) dan saya adalah apa yang yang dikatakan orang lain (Reputasi).
Dan ketiga karakter diatas itu adalah bagian dari pada sesuatu yang kita sebut EGO, namun yang paling penting dari kondisi hidup kita adalah kekayaan terbesar sesungguhnya ialah kemampuan kita memanage perbendaharaan dan rasa syukur.
Tiga karakter dari kondisi hidup diatas sebenarnya adalah sesuatu yang banyak orang mempersepsikannya sebagai sesuatu yang inti untuk diraih didalam hidup, padahal secara sains disebutkan hanya mampu berkontribusi bagi kebahagiaan sebesar 6% sampai dengan 12% saja.
Dan huruf yang terakhir yaitu huruf "V" adalah singkatan dari "Voluntary Chois" atau disebut juga pilihan sukarela.
Kunci dan rahasia terbesar dari citarasa kehidupan yang bahagia adalah apabila kita memahami prinsip-prinsip dasarnya yaitu "kehidupan itu sesungguhnya untuk memberi".
Paradigma "Secret of living is for giving" inilah yang menunjukkan kepada kita bahwa nikmatnya memberi rupanya sebanding dengan nikmatnya menerima
Kemudian muncul pertanyaan mendasar yang mengatakan bahwa bagaimana dengan orang-orang yang tidak memiliki kemampuan untuk memberi ?
Perlu difahami bersama bahwa memberi tidak selalu diidentikkan dengan materil, karena prinsipnya ada pula pemberian yang sifat immateril yang kita kenal dengan terminologi 3A.
Kita masih bisa memberikan atensi (perhatian) terhadap orang yang sedang berbicara kepada kita, kita masih bisa memberikan apresiasi (penghormatan) terhadap orang yang berbuat baik dan berprestasi, kita masih bisa memberikan afeksi (kasih sayang) terhadap pasangan, keluarga dan sesama manusia dan sebagainya banyak sekali sesuatu yang sifatnya non material bisa kita berikan kepada orang lain dan alam semesta.
Dan voluntary chois berkontribusi bagi kebahagiaan manusia 40% sampai dengan 46%.
Demikian rumus bahagia ini kami sampaikan, semoga bermanfaat bagi siapa pun yang ingin memetik pelajaran dari apa yang sampaikam diatas.
Trimakasih
Komentar
Posting Komentar